Senin, 23 Februari 2015

Hukum Cinta Sesama Jenis

Cinta Sesama Jenis secara teori disebabkan karena kondisi lingkungan mempengaruhi kejiwaan seseorang sehingga seseorang tersebut ada kecenderungan lebih menyukai sesama jenisnya, selain itu pengalaman keluarga juga bisa mempengaruhi, itu semua termasuk pengaruh ekstern dalam psikis hingga masuk dalam alam bawah sadar seseorang.
Ada juga kelainan Cinta Sesama Jenis disebabkan oleh unsur biologis yang dibawa semenjak masa pertumbuhan di mana dalam perkembangan seseorang, hormon testoteron atau hormon kejantanan tidak berkembang sesuai jenis kelamin seseorang. (Mungkin masalah ini Anda bisa konsultasikan pada psikiater atau klinik seksologi agar diagnosis penyebabnya bisa diketahui lebih detail.)

Dan secara manusiawi bahwa hal tersebut memang membuat kita merasa bersalah dan tertekan sebab sudah menjadi sunatullah bahwa makhluk hidup yang normal dilahirkan dengan identitas secara jelas dan berpasang-pasangan: ada pria ada wanita. Namun seseorang itu sebenarnya tak perlu khawatir dengan masalah Anda, bukankah kita percaya bahwa Allah yang selalu memberi jalan keluar menuju jalan yang normal. Dan perasaan bersalah belum tentu berdosa.

Sebetulnya banyak terapi dari para ahli psikiatri namun di sini kita coba melewati terapi spiritual hingga Anda bisa lepas dari masalah tersebut dengan kehendak Allah:

Pertama: Anda mencoba memikirkan kembali ciptaan Allah yang berpasang-pasangan, demikian juga fungsinya seperti sepasang burung merpati (coba Anda renungi kehidupan sepasang makhluk tersebut). Sehingga kita tidak terjebak pada naluri rekreatif atau istilah agamanya naluri syahwati yang cenderung pada rasa kenikmatan fisis (ketidak pastian) yang kemudian menempatkan posisi psikis Anda pada kecenderungan kejiwaan umum maupun hanya semacam romantisme namun malah melenceng dari kejiwaan yang normal. Akan tapi kita mencoba membina naluri prokreatif, yaitu naluri yang menekankan pada sebuah hasil. Hingga naluri rekreatif dan prokreatif bisa seimbang. (Dan iringi perenungan Anda dengan lafadz: "Subhanallah" yang memberikan "Maha suci Allah" yang telah menciptakan itu semua dengan valid dan seksama)
Kedua: Perjelas penampilan maskulin Anda, bahkan usahakan bahwa penampilan Anda seakan bisa merebut perhatian lawan jenis Anda. Namun tetap dalam batas kesopanan Anda sebagai laki-laki atau perempuan.
Ketiga: Bergaul-lah Anda dengan pergaulan yang normal, yaitu dengan berfikir positif terhadap sesama, baik berjenis kelamin berbeda. Tak usah terlalu melihat, memperhatikan gejala negatif terhadap lawan jenis Anda, dan hindari pada penilaian terhadap perilaku pria/wanita yang tidak Anda sukai.
Keempat : Bila usia Anda sekiranya sudah mencukupi carilah pasangan wanita/pria yang sekiranya bisa Anda ajak jalan seiring bersama, berdialog mengenai berbagai kehidupan, dengan cara kawin atau bertunangan. Toh, banyak cara menuju cinta, ada yang mencari sendiri, ada yang dijodohkan atau ada yang dicintai duluan. Dan Anda bisa berkonsultasi pada orang tua atau ustadz/kiai/romo/pendeta mengenai masalah perjodohan/cinta Anda. (Untuk langkah terapi yang keempat inilah sebetulnya teori yang selalu ditonjolkan oleh semua agama baik Islam maupun kristen)

Hukum Hubungan Intim antara pria dengan Pria dan Wanita dengan Wanita:

Hukum Hubungan Intim antara pria dengan Pria dan Wanita dengan Wanita adalah haram menurut ijma ulama, tetapi dalam menentukan hukumannya berbeda-beda antara para ulama yakni sebagai berikut:

Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) berpendapat : praktik Hubungan Intim antara pria dengan Pria  dan Wanita dengan Wanita  tidak dikategorikan zina dengan alasan: Pertama: karena tidak adanya unsur (kriteria) kesamaan antara keduanya. unsur menyia-nyiakan anak dan ketidakjelasan nasab (keturunan) tidak didapatkan dalam praktiknya. Kedua: berbedanya jenis hukuman yang diberlakukan para sahabat (sebagaimana di atas). Berdasarkan kedua alasan ini, Abu Hanifah berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku  Hubungan Intim antara pria dengan Pria adalah ta’zir (diserahkan kepada penguasa atau pemerintah).

Menurut Muhammad Ibn Al Hasan As Syaibani dan Abu Yusuf (murid Abu Hanifah) : praktik Hubungan Intim antara pria dengan Pria dikategorikan zina, dengan alasan adanya beberapa unsur kesamaan antara keduanya, seperti: Pertama, tersalurkannya syahwat pelaku. Kedua, tercapainya kenikmatan (karena penis dimasukkan ke lubang dubur). Ketiga, tidak diperbolehkan dalam Islam. Keempat, menumpahkan (menyia-nyiakan) air mani. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Muhammad Ibn Al Hasan dan Abu Yusuf berpendapat bahwa hukuman terhadap pelaku Hubungan Intim antara pria dengan Pria sama seperti hukuman yang dikenakan kepada pezina, yaitu: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam (dilempari dengan batu sampai mati), kalau gairu muhshan (perjaka), maka dihukuman cambuk dan diasingkan selama satu tahun.

Menurut Imam Malik praktek Hubungan Intim antara pria dengan Pria dikategorikan zina dan hukuman yang setimpal untuk pelakunya adalah dirajam, baik pelakunya muhshan (sudah menikah) atau gair muhshan (perjaka). Ia sependapat dengan Ishaq bin Rahawaih dan As Sya’bi.

Menurut Imam Syafi’i, praktik Hubungan Intim antara pria dengan Pria tidak dikategorikan zina, tetapi terdapat kesamaan, di mana keduanya sama-sama merupakan hubungan intim terlarang dalam Islam. Hukuman untuk pelakunya: kalau pelakunya muhshan (sudah menikah), maka dihukum rajam. Kalau gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Hal tersebut sama dengan pendapat Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, An Nakha’I, Al Hasan dan Qatadah.

Menurut Imam Hambali, praktik Hubungan Intim antara pria dengan Pria dikategorikan zina. Mengenai jenis hukuman yang dikenakan kepada pelakunya beliau mempunyai dua riwayat (pendapat): Pertama, dihukum sama seperti pezina, kalau pelakunya muhshan (sudah menikah) maka dihukum rajam. kalau pelakunya gair muhshan (perjaka), maka dihukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. (pendapat inilah yang paling kuat). Kedua, dibunuh dengan dirajam, baik dia itu muhshan atau gair muhshan.

Cinta Sesama Jenis terjadi sejak zaman Nabi Luth yakni terjadi pada kaum sodom, dan Tuhan mengazab dengan menghancurkan kota sodom tersebut. Jika Cinta Sesama Jenis dikaitkan dengan agama manapun tentu itu suatu kesalahan atau dosa besar, manun jika di nilai dari rasa manusiawi tentu ini salah siapa? apa kesalahan yang timbul dari diri Anda sendiri atau karena ketidak adilan Tuhan? semua ini tentu pernah Anda pikirkan! Kesalahan tersebut bisa karena virus psikologi sebab pergaulan,bisa juga karena kesalahan faktor hormon tubuh yang tidak berkembang sebagaimana mestinya selayaknya orang-orang pada umumnya, dan banyak faktor penyebabnya. Namun yang dikasihani adalah seseorang yang justru minder karena rasa kekurangannya tersebut. Dalam pergaulan merasa terkucilkan, berujung cinta sesama jenis yang tidak ada suatu ujung kepastian. Semua agama tentunya menganjurkan semua umat manusia menjalani titah kodratnya sebagai mana mestinya dan mengarahkan manusia agar kembali ke jalan yang benar.

Di Eropa yang merupakan negara-negara bebas, cinta sesama jenis mendapat tempat dikarenakan hak asasi manusia, tak heran pernikahan sesama jenispun bisa terjadi. Kebebasan berpendapat, kebebasan berpola pikir universal dan berbuat apapun asal tidak suatu perbuatan kriminalitas di negeri barat syah-syah saja. Tak heran cinta sesama jenis di negeri barat tidak ada suatu larangan bahkan pelakupun tidak merasa malu-malu lagi yang menyatakan dirinya adalah pecinta sesama jenis.